Nailah Nur Azizah (E061211017)
A. Latar Belakang
“Reply 1988” merupakan salah satu serial drama populer dari negeri ginseng, Korea Selatan, yang dirilis pada tahun 2015. Meskipun drama ini dirilis pada tahun 2015, “Reply 1988” ini tetap populer hingga saat ini karena menyuguhkan kisah-kisah klasik kehidupan masyarakat sehingga penontonnya merasakan ikut masuk menjalani kisah di dalamnya. Kepopuleran serial drama ini terbukti dengan tingginya rating yang dicapai, yaitu sebesar 18,8 persen dan perayaan anniversary tiap tahunnya. Sesuai dengan judulnya, serial ini menceritakan tentang kehidupan pada tahun 1988 di daerah Ssangmun-dong, Korea Selatan. Kisah klise persahabatan antara lima orang remaja SMA bersama keluarganya, hubungan kekeluargaan antartetangga, serta bumbu-bumbu romansa di antara kelima sahabat tersebut dikemas menjadi sangat menarik dengan penggambaran yang sangat baik pula. Penggambaran hubungan keluarga di antara lima orang tokoh utama ini masing-masing memiliki kondisi dan dinamika yang berbeda-beda. Perbandingan antara dinamika kehidupan keluarga yang dibangun di serial drama tersebut kemudian muncul, apakah di dunia nyata juga terjadi hal sama seperti demikian? Masyarakat yang hidup di tahun 2000-an tentu membayang-bayangkan bagaimana kehidupan masyarakat tahun sebelumnya dikarenakan latar serial tersebut, yaitu tahun 1988.
Sebagai manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial, tentunya banyak interaksi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah interaksi dengan keluarga. Interaksi yang terjadi dalam keluarga mengajarkan nilai kekeluargaan yang diterapkan di banyak tempat. Nilai kekeluargaan digambarkan sebagai dasar atas kekerabatan dan saling memahami. Kelima tokoh dalam serial tersebut sudah tinggal bersama di gang yang sama sejak kecil, sehingga menyebabkan hubungan persahabatan yang terjadi di antara mereka sangatlah erat dan hangat. Tidak hanya antara kelimanya, keakraban antarkeluarga yang saling bertetangga itu pun terjalin. Dalam 20 total episode serial ini, di setiap episodenya terselip adegan-adegan yang di dalamnya dapat dipetik sebuah pelajaran hidup yang berharga, salah satunya nilai tentang kekeluargaan. Hal yang kemudian menjadi perhatian adalah hubungan keluarga yang digambarkan dengan sangat harmonis. Sebagai serial yang sangat populer, penggambaran-penggambaran yang disajikan tentunya membawa dampak bagi para penontonnya. Salah satunya adalah anggapan bahwa hubungan keluarga harmonis dalam “Reply 1988” menunjukkan pandangan keluarga ideal yang sangat didambakan.
B. Konsep dan Teori
Konstruktivisme merupakan pendekatan pada dimensi non-material yang menjelaskan fenomena hubungan internasional, yang muncul pada awal tahun 1980-an saat Perdebatan Besar Ketiga (Third Great Debate) antara postpositivisme dan positivisme. Dasar pemikiran konstruktivisme sendiri adalah teori interaksionisme simbolik yang dicetus pertama kali oleh George Herbert Mead dalam bukunya Mind, Self and Society. Mead mengatakan bahwa individu adalah hasil dari struktur sosial atau lebih tepatnya bahwa individu sangat akrab dengan struktur sosial yang ada di sekitarnya. Aktor dari teori konstruktivisme adalah negara dan non-negara. Konstruktivisme sedikit mirip dengan pemikiran liberal yang menganggap bahwa negara hanya sebatas kanal aspirasi aktor domestik. Perbedaannya terletak pada penyebutan aktor domestik, yang dimaksud oleh konstruktivis adalah aktor transnasional yang memengaruhi kebijakan negara. Konstruktivisme bukan merupakan sebuah teori, melainkan sebuah paradigma yang memiliki pandangan dengan asumsi bahwa tidak ada faktor material yang menentukan realitas sosial termasuk di dalamnya hubungan internasional, tetapi justru dipengaruhi oleh faktor-faktor tak kasat mata.
Konsep identitas dalam konstruktivisme dapat menjelaskan fenomena internasional. Identitas sederhananya adalah ciri khas yang membedakan suatu aktor dengan aktor yang lain, atau yang bisa disebut dengan definisi aktor terhadap dirinya sendiri. Hal ini merupakan suatu hal yang penting bagi negara untuk bisa memahami dirinya sendiri sehingga dapat merumuskan apa kepentingan yang diinginkan. Konsep identitas terbagi menjadi tiga, salah satunya adalah konsep identitas tipe. Identitas tipe merupakan identitas yang melekat pada suatu aktor atau negara yang berdasarkan ciri non-fisik seperti ideologi. Konsep identitas bisa dimaknai dalam dua makna, yang pertama adalah identitas sebagai karakter untuk dapat dibedakan dengan yang lain atau dalam hal ini adalah kategori ‘sosial’. Ini mengimplikasikan bahwa identitas merupakan sesuatu yang terbentuk atau terkonstruk dalam proses berinteraksi dengan pihak lain, dimana perlu adanya subjektifitas untuk memberi identitas siapa ‘aku’ dan siapa ‘kamu’. Hal ini juga berkaitan dengan bagaimana kelompok atau individu di luar aktor itu memengaruhi cara aktor memandang dirinya sendiri. Contohnya, untuk menyebut suatu negara sebagai negara ‘pembela HAM’, diperlukan dulu adanya negara sebagai ‘pelanggar HAM’. Yang kedua adalah identitas yang melekat pada diri aktor tanpa perlu perbandingan dengan yang lain atau dalam hal ini adalah kategori personal. Identitas kategori personal ini menganggap identitas sebagai hal yang muncul karena disadari sendiri oleh aktor.
Sadar akan potensi yang dimiliki serta dibantu oleh globalisasi, Korea Selatan membangun konstruk identitas tipe dengan menggunakan ideologi budayanya, yaitu memanfaatkan media hiburan untuk memberikan visualisasi yang baik terhadap hal tersebut. Hal ini kemudian menjadi dasar yang masuk akal terhadap tindakan Korea Selatan yang membangun konstruk, atau lebih spesifiknya adalah membangun citra negaranya melalui serial drama yang populer, salah satunya yaitu “Reply 1988”. Industri bidang kreatif Korea Selatan berkontribusi sebesar 5,5% per tahun atau sekitar 1 Milyar USD untuk pendapatan dalam negeri. Untuk bidang industri televisi sendiri menyumbang 4,251 Bilyun Won yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan citra Korea Selatan melalui pasar media hiburan. “Reply 1988” yang diproduksi oleh Shin Won-Ho berperan sebagai aktor non-negara menggunakan strategi diplomasi budaya yang merupakan salah satu bentuk dari diplomasi soft power, dengan berfokus pada kehidupan masyarakat Korea Selatan yang sangat harmonis sehingga membangun konstruk di dunia internasional bahwa kondisi kekeluargaan di negara tersebut sangatlah ‘indah’. Korea Selatan aktif membangun konstruk baru negaranya dari tahun 1990-an untuk menyingkirkan citra negatif akibat perang saudara dengan Korea Utara menjadi citra positif hingga saat ini.
C. Pembahasan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Reply 1988 merupakan salah satu serial drama korea populer dari Korea Selatan yang berfokus pada kehidupan masyarakat. Dalam serial tersebut, terdapat lima remaja beserta keluarga mereka yang hidup bersama di gang kecil daerah Ssangmun-dong pada tahun 1988. Deok-sun, Jung-Hwan, Sun-woo dan Dong-ryong merupakan siswa SMA sementara Taek adalah pemain baduk tingkat internasional. Kelima sahabat tersebut memiliki latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Jung-hwan berasal dari keluarga miskin tetapi berubah menjadi kaya raya setelah kakaknya, Jung-bong, memenangkan lotre. Deok-sun dan kakaknya, Bo-ra, merupakan keluarga yang paling miskin di antara kelimanya yang membuat ayahnya mengambil banyak pinjaman. Sun-woo tinggal bersama adiknya, Jin-ju, dan dibesarkan seorang diri oleh ibunya setelah ayahnya meninggal dunia. Taek hanya tinggal berdua bersama ayahnya setelah ibunya meninggal dunia serta putus sekolah untuk fokus dalam mengikuti olimpiade baduk internasional. Dong-ryong sendiri adalah anak dari guru SMA tempat mereka bersekolah dan terkadang hanya hidup sendiri di rumah karena kedua orang tuanya yang super sibuk sehingga ia sering mendatangi Taek di kamarnya.
Adegan yang paling khas dalam drama tersebut adalam makan bersama. Tiap keluarga masing-masing saling berbagi makanan sebagai momen kebersamaan. Seringkali mereka makan bersama di rumah Taek ketika ia baru pulang dari olimpiade internasional sekaligus merayakan kemenangannya. Ibu Jung-Hwan, Deok-Sun dan Sun-Woo juga seringkali memotong sayuran bersama seraya bercerita tentang masalahnya masing-masing. Selain itu, para ayah pun sering bermain kartu bersama. Ketika anak-anak sedang berkumpul dan bersenang-senang, para orang tua pun melakukan aktivitas bersamanya dengan karaoke di ruang tamu. Adegan kebersamaan dalam banyak momen yang sering diperlihatkan membuat representasi keluarga ideal kemudian muncul. Apakah memang di Korea Selatan momen kebersamaan antarkeluarga maupun antara anggota keluarga benar-benar sehangat itu? Korea Selatan membangun kontsruk citra negaranya tentang keluarga dengan sangat baik di serial drama ini.
Sejak tahun 1990-an, Korea Selatan mulai membangun konstruk melalui media hiburan yang merupakan salah satu bentuk diplomasi soft power untuk menghapus citra negatif yang muncul akibat perang saudara bersama Korea Utara, sehingga Korea Selatan kini berhasil dikenal dengan budayanya dan hal tersebut berkembang menjadi kebijakan budaya. Soft power merupakan kemampuan untuk memengaruhi pihak lain tanpa melibatkan militer, melainkan melalui intangible sources seperti budaya. Penyebarluasan budaya Korea Selatan menjadi prioritas utama negara tersebut, sehingga apabila dilihat keadaannya saat ini Korea Selatan benar-benar sukses membangun konstruk citra negaranya melalui budaya dan pemanfaatan media hiburan. Dapat dilihat melalui Portland Communication Rankings, Korea Selatan menduduki peringkat ke-19 dalam soft power. Akan tetapi, Korea Selatan faktanya masih menyimpan sisi-sisi kelam yang jauh berbeda dengan yang diperlihatkan dalam serial drama.
Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan budaya patriarki yang sangat tinggi. Dibandingkan laki-laki, jumlah perempuan yang mengalami kekerasan secara verbal termasuk di atas rata-rata dengan pelaku utamanya adalah pasangannya sendiri. Selain itu, masyarakat di Korea Selatan rata-rata mendapatkan kekerasan atau penganiayaan selama masa kanak-kanak yang berpengaruh secara langsung dengan kesehatan mentalnya ketika dewasa dengan pelaku utamanya adalah keluarganya sendiri. Kekerasan yang terjadi pada keluarga terdiri dari kekerasan verbal antar orang tua dan kekerasan verbal pada anak-anak serta kekerasan verbal oleh orang tua pada anak usia 18 tahun ke atas. Sedangkan kekerasan terhadap pasangan terdiri dari kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Kekerasan yang didapatkan oleh anak-anak ketika ia masih kecil oleh keluarganya dapat menyebabkan depresi jangka panjang. Ketika depresi tersebut berkelanjutan tanpa ditangani oleh profesional, hal inilah yang memicu rasa keputusasaan akan hidup muncul sehingga terjadi konsekuensi sosial, termasuk bunuh diri.
Kasus bunuh diri di Korea Selatan menempati posisi keempat di dunia berdasarkan data dari World Population Review. Angka bunuh diri meningkat sebesar 46% lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain dari tahun 2000-2019. Mirisnya, tingkat bunuh diri oleh usia rata-rata 0-19 tahun adalah 2,43%. Dalam “Reply 1988” terdapat adegan dimana kakak Jung-hwan, yaitu Jung-bong, tidak lulus tes masuk perguruan tinggi negeri bertahun-tahun. Orang tua Jung-hwan menanggapi dengan sabar dan tetap terus mendukung Jung-bong untuk mencobanya lagi tahun depan. Di tiap tahun kegagalan Jung-bong, dirinya tidak pernah belajar dengan serius dan terus saja melakukan hal yang sia-sia seperti mengoleksi perangko. Namun, orang tua Jung-bong tetap mendukung kegiatan yang dilakukan anaknya tersebut dengan terus mengingatkannya untuk mengambil tes masuk kuliah hingga tahun terakhir kesempatannya tanpa adanya paksaan seperti tekanan yang harus membuat dirinya belajar dengan keras ataupun sebagainya. Tindakan yang sama juga dilakukan oleh orang tua Deok-sun yang terus mendukungnya untuk tetap belajar meskipun mengetahui bahwa Deok-sun menempati peringkat bawah di sekolahnya dan nilainya nyaris tidak bisa masuk perguruan tinggi manapun, yang sangat berbalik dengan kakaknya, Bo-ra, yang sangat berprestasi di bidang akademik. Bo-ra pun juga sempat membuka kursus kecil-kecilan untuk Doek-sun beserta teman-temannya tetapi ditanggapi dengan bercandaan. Kenyataannya, di Korea Selatan, para orang tua sangat memaksa anaknya untuk masuk di perguruan tinggi. Bahkan, jam belajar di Korea Selatan terbilang tidak masuk akal dimana pelajar SMA yang duduk di kelas 12 harus belajar malam di sekolah dan pulang larut malam. Hal ini dikarenakan karena situasi sosial yang sangat kompetitif di Korea Selatan, dimana prestasi dan kinerja akademik merupakan hal yang sangat penting. Rata-rata pelajar di Korea Selatan mengalami stres akademik dikarenakan memikul beban ekspektasi sosial terhadap keunggulan akademik yang dipandang dapat menentukan kesuksesan mereka di masa depan, seperti masuk ke universitas yang bergengsi ataupun mendapatkan pekerjaan yang menguntungkan. Faktanya, sebesar 46% angka depresi yang terdapat di antara pelajar Korea Selatan merupakan hasil dari stres akademik yang juga menjadi faktor risiko bunuh diri pelajar di Korea Selatan.
Pengambilan adegan dalam kegiatan belajar di sekolah pada seriial drama tersebut pun digambarkan dengan banyak candaan serta suasana yang penuh suka cita dan menyenangkan seperti impian masa muda. Selain Doek-sun yang kurang pandai dalam akademik, lingkungan pergaulannya bersama teman-temannya pun selalu terlihat penuh canda dan tawa. Mereka pergi karaoke, makan ataupun sekedar bermain di rumah salah-satunya hampir di setiap pulang sekolah. Lingkungan di sekolah terlihat minim kompetitif dan masing-masing sibuk dengan urusannya masing-masing. Selain karena tekanan akademik, faktor yang menekan angka depresi di Korea Selatan menjadi tinggi adalah lingkungannya. Kasus bullying rasanya tidak pernah absen diperbincangkan jika dikaitkan dengan pelajar di Korea Selatan. Kasus bullying Korea Selatan yang pertama kali disorot adalah bunuh dirinya seorang pelajar berusia 13 tahun bernama Kwon Seung-min pada tanggal 20 Desember 2011. Tak beradab, kasus bullying yang dialami oleh Seung-min sangat tidak manusiawi. Ia mengalami kekerasan, diperintah seperti hewan hingga pemerasan uang. Setelah kasus ini viral, banyak orang-orang yang lebih peduli tentang bullying pada pelajar di sekolah. Namun, hal ini tak kunjung berkurang. Bullying di Korea Selatan masih ada bahkan seiring dengan berkembangnya zaman, metode bullying yang digunakan juga lebih parah daripada sebelumnya, seperti cyberbullying yang melalui sosial media. Bullying meskipun hanya sekedar kata-kata, tentu saja dampaknya sama seperti kekerasan fisik yang dialami oleh korban. Orang yang menjadi pelaku bullying biasanya merupakan seseorang yang merasa bahwa ia memiliki kekuatan atau kekuasaan yang lebih, biasanya dari golongan orang kaya. Salah satu teman Doek-sun merupakan sosok yang digambarkan sangat kaya raya dan memiliki toko yang terkenal di distriknya, berbanding terbalik dengan Doek-sun yang merupakan orang yang sangat kekurangan dan memiliki utang dimana-mana. Keluarga Jung-hwan pun digambarkan sebagai salah satu keluarga kaya raya di distriknya. Rasanya sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada, bahwa nyatanya di Korea Selatan orang yang memiliki kekuasaan lebih di atas akan memperbudak orang yang di bawahnya bahkan tidak menjalin pertemanan sama sekali.
Ketika seseorang merasa tertekan menjalani kehidupan masa kecil ataupun remajanya, kehidupan dewasanya akan berdampak. Selain tingkat bunuh diri yang tinggi, Korea Selatan memiliki masalah terkait rendahnya angka kelahiran dan tingginya jumlah lansia. Faktor yang mendorong rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan diantara lain adalah tingginya jumlah wanita bekerja dan yang sedang berkuliah, banyaknya wanita yang memilih tidak ingin menikah atau child free, serta tingginya biaya hidup dan pendidikan. Rendahnya angka kelahiran berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah lansia karena banyak perempuan di Korea Selatan enggan menambah masalahnya dengan memiliki anak. Adanya rasa enggan untuk memiliki anak dikarenakan takut untuk menambah masalah pribadi diakibatkan tingginya diskriminasi terhadap wanita hamil dan stres dengan pekerjaan rumah.
Dalam “Reply 1988”, ayah Taek mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, menyapu halaman dan mencuci pakaian karena ia adalah orang tua tunggal Taek. Terdapat pula adegan dimana ayah Taek membantu mengurus Jin-ju ketika ibu Sun-woo harus pergi bekerja, menggambarkan sosok lelaki ideal yang bisa diandalkan. Namun, sekali lagi Korea Selatan adalah salah satu negara dengan budaya patriarki yang sangat tinggi. Patriarki merupakan struktur sosial dimana posisi laki-laki secara hirarki lebih unggul dan mendominasi daripada perempuan. Masalah pekerjaan rumah nyatanya masih ditekan keras hanya dilakukan oleh perempuan di Korea Selatan, dimana ia melakukan hal tersebut di bawah struktur patriarki untuk kepentingan keluarga. Ini juga berlaku untuk anak perempuan yang harus meninggalkan keluarganya untuk ikut ke keluarga suaminya ketika sudah menikah. Di Korea Selatan, posisi kamar pada anak laki-laki dan perempuan pun diatur. Kamar anak laki-laki diposisikan di dekat pintu masuk tempat orang berlalu-lalang sedangkan posisi kamar anak perempuan ditempatkan di dalam. . Penggambaran anak perempuan yang harus ikut keluarga suaminya setelah menikah diperlihatkan melalui salah satu adegan “Reply 1988” ketika Bo-ra menikah, dimana ia harus pergi meninggalkan keluarganya ikut bersama suaminya.
D. Kesimpulan
Konstruktivisme melihat tindakan yang dilakukan oleh Korea Selatan untuk membangun citra yang baik dengan memanfaatkan industri media, salah satunya melalui serial drama “Reply 1988” agar identitas tipenya terbentuk di mata dunia internasional. Tentu saja identitas tipe tersebut dibangun selaras dengan kepentingan nasional yang ingin dicapai, yaitu menyingkirkan citra negatif yang dulunya muncul akibat perang saudara dengan Korea Utara. Korea Selatan menggunakan salah satu teknik diplomasi soft power melalui media hiburan untuk membentuk konstruk negaranya, yaitu menutupi fakta kelam yang terjadi dengan meromantisasi keharmonisan palsu dalam adegan serial drama yang membentuk konstruk bahwa Korea Selatan adalah “negara idaman”. Dengan kontruk yang dibentuk itu, Korea Selatan saat ini menggunakan kebijakan budayanya agar menarik perhatian masyarakat dunia untuk mengunjungi negaranya sehingga dapat meningkatkan jumlah wisatawan asing serta Gross Domestic Product (GDP).
Catatan Kaki
- Wihayanti Titik, “Sinopsis Reply 1988, Kisah Cinta dan Persahabatan 5 Remaja”, Kompas.com, 12 Juni 2020, https://www.kompas.com/hype/read/2020/06/12/224953766/sinopsis-reply-1988-kisah- cinta-dan-persahabatan-5-remaja?page=all
- Rivaie Wanto. “Asimilasi Nilai Kekeluargaan Lintas Etnik”. Jurnal Ilmiah VISI P2TK PAUD NI. Vol. 6 No.1, Juni 2011.
- Mohamad Rosyidin, Teori Hubungan Internasional (Depok: Rajawali Pers, 2020).
- Ibid
- Ibid
- Nurhablisyah, Raharja Duane Masaji. “Problematika Sosial di Balik Citra Drama Korea: Sebuah Tinjauan Budaya Visual”. Jurnal Komunikasi. Vol.02 No.01, Juli 2022.
- Trisni, S. South Korean Government’s Role in Public Diplomacy: A Case Study of the Korean Wave Boom
- Nye, J. S. Public Diplomacy and Soft Power. Annals of the American Academy of Political and Social Science. 2008.
- Evangelista, R. A. G., & Michelle, Y. Beyond The (K-pop) Scene: Analyzing the Role of BTS’s Love Myself Campaign and Celebrity Diplomacy in the Promot
- Nam, In Seok & Lincoln, Karen D. Lifetime Family Violence and Depression: The Case of Older Women in South Korea. J Fam Viol. 2016.
- Nurhablisyah & Raharja, Duane Masaji. Problematika Sosial di Balik Citra Drama Korea: Sebuah Tinjauan Budaya Visual. GANDWA: Jurnal Komunikasi. Vol.02 No.01, Juli 2022.
- Lee, Mi-Sun dkk. Characteristics of Korean Children and Adolescents Who Die by Suicide Based on Teacher’s Reports. International Journal of Environmental Research and Public Health. 2022.
- Ibid.
- Kwak, Chae Woon & Ickovics, Jeanete R. Adolescent suicide in South Korea: Risk factors and proposed multi-dimensional solution. Asian Journal of Psychiatry. Vol 43. 2019.
- Bax, Trent M. A Contemporary History of Bullying & Violence in South Korean Schools. Asian Culture and History. Vol 8 No 2. 2016.
- Nurhablisyah & Raharja, Duane Masaji. Problematika Sosial di Balik Citra Drama Korea: Sebuah Tinjauan Budaya Visual. GANDWA: Jurnal Komunikasi. Vol.02 No.01, Juli 2022.
- Park, Boo Jin. Patriarchy in Korean Society: Substance and Apprearance of Power.
Daftar Pustaka
Bax, Trent M (2016). A Contemporary History of Bullying & Violence in South Korean Schools. Asian Culture and History, 8(2).
Evangelista, R. A. G., & Michelle, Y. Beyond The (K-pop) Scene: Analyzing the Role of BTS’s Love Myself Campaign and Celebrity Diplomacy in the Promot.
Kwak, Chae Woon & Ickovics, Jeanete R (2019). Adolescent suicide in South Korea: Risk factors and proposed multi-dimensional solution. Asian Journal of Psychiatry, 43.
Lee, Mi-Sun dkk. (2022). Characteristics of Korean Children and Adolescents Who Die by Suicide Based on Teacher’s Reports. International Journal of Environmental Research and Public Health.
Rosyidin, Mohamad. (2020). Teori Hubungan Internasional. Depok: Rajawali Pers.
Nam, In Seok & Lincoln, Karen D. (2016). Lifetime Family Violence and Depression: The Case of Older Women in South Korea. J Fam Viol.
Nurhablisyah & Raharja, Duane Masaji. (2022). Problematika Sosial di Balik Citra Drama Korea: Sebuah Tinjauan Budaya Visual. Jurnal Komunikasi, 2(1).
Nye, J. S. (2008). Public Diplomacy and Soft Power. Annals of the American Academy of Political and Social Science.
Park, Boo Jin. Patriarchy in Korean Society: Substance and Apprearance of Power.
Rivaie, Wanto. (2011). Asimilasi Nilai Kekeluargaan Lintas Etnik. Jurnal Ilmiah VISI P2TK PAUD NI, 6(1).
Trisni, S. South Korean Government’s Role in Public Diplomacy: A Case Study of the Korean Wave Boom.
Wihayanti, Titik. (2020). Sinopsis Reply 1988, Kisah Cinta dan Persahabatan 5 Remaja. Diakses pada 2 Januari 2023, dari https://www.kompas.com/hype/read/2020/06/12/224953766/sinopsis-reply- 1988-kisah-cinta-dan-persahabatan-5-remaja?page=all