Pada tanggal 23 November 2024, HIMAHI FISIP UH mengadakan kegiatan diskusi dasar yag membahas terkait salah satu paradigma tradisional dalam ilmu HI yaitu, Liberalisme . Diskusi ini bertujuan untuk memperkenalkan salah satu pisau bedah yang digunakan dalam melihat fenomena dalam ilmu HI, utamanya yang berkaitan dengan peristiwa kerja sama dan saling ketergantungan negara satu sama lain. Oleh karenanya, artikel ini diharapkan dapat menyajikan informasi yang didiskusikan, sehingga dapat pula diakses oleh HI-mates di mana pun berada.
Apa yang menjadi asumsi dasar Paradigma Liberalisme ?
Liberalisme dalam Hubungan Internasional hadir sebagai kritik terhadap paradigma Realisme. Ketika Realisme berfokus pada konflik dan kekuasaan dalam mencapai keamanan dan kepentingan nasional, Liberalisme justru melihat adanya potensi kerja sama internasional dalam mencapai stabilitas keamanan dan perdamaian dunia. Paradigma Liberalisme membawa asumsi dasar yang berbanding terbalik dengan asumsi dasar Realisme, Liberalisme memandang bahwa manusia adalah makhluk rasional yang cenderung berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain, kerja sama dan Institusi Internasional lebih efektif dalam mencapai perdamaian daripada pandangan yang coba ditawarkan Realisme. Selain itu, paradigma Liberalisme juga membawa konsep interedependensi ekonomi yang mana negara-negara akan saling bergantung satu sama lainnya dan menghindari konflik demi menjaga hubungan perdagangan internasional.
Beberapa tokoh pemikir paradigma Liberalisme mulai menekankan pentingnya hak individu, kebebasan, dan juga pemerintahan yang mengedepankan kesepakatan bersama. Serangkaian pemikiran tersebut menjadi dasar Liberalisme sebagai suatu paradigma dalam Hubungan Internasional, terutama pasca Perang Dunia I atau The Great War, ketika dunia mulai merasakan dampak besar dari konflik dan mulai menyadari pentingnya kerja sama demi mencegah konflik terjadi di masa depan. Para pemikir paradigma Liberalisme seperti Immanuel Kant, David Ricardo dengan gagasan comparative advantage dan Adam Smith dengan teori invisible hand dalam liberalisasi ekonomi, berkontribusi dalam pengembangan paradigma Liberalisme. Immanuel Kant dalam karyanya berjudul “Perpetual Peace” menuangkan gagasan bahwa negara-negara yang memiliki bentuk pemerintahan demokratis akan cenderung tidak berkonflik satu sama lainnya. Kant melihat bahwa institusi Internasional mampu menciptakan ruang yang mendukung terciptanya perdamaian dunia. Selain itu, David Ricardo, seorang ekonom dari Inggris, mengemukakan bahwa perdagangan bebas antar negara akan menguntungkan semua pihak dan meningkatkan kesejahteraan global. Pemikiran David Ricardo inilah yang menjadi dasar argumen Liberalisme terkait interdependensi ekonomi. Seorang tokoh yang kerap disebut sebagai bapak ekonomi modern yaitu Adam Smith, juga menekankan pentingnya pasar bebas dan pergadagangan internasional dalam menciptakan kemakmuran.
Aktor HI dalam analisis Liberal
Aktor yang bermain peran dalam paradigma Liberalisme pada panggung Hubungan Internasional sangatlah beragam, peran para aktor juga sangat penting dalam menciptakan kerja sama Internasional dan memfasilitasi interansi antarnegara. Aktor utama dalam paradigma Liberalisme adalah negara. Negara sebagai aktor utama dalam Liberalisme tidak hanya sebagai entitas yang hanya berfokus pada kepentingan nasional saja, akan tetapi negara juga merupakan entitas yang mampu bekerja sama dengan negara lain untuk mencapai tujuan bersama. Namun, negara bukanlah satu-satunya aktor dalam paradigma ini, aktor-aktor non-negara juga turut memainkan peran.
Organisasi Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan World Trade Organization (WTO) turut menjadi arena kerja sama antar negara. Melalui organisasi Internasional, negara-negara dapat berkolaborasi terhadap isu-isu global dan isu-isu kontemporer seperti kemanusiaan, keamanan, perdagangan, bahkan lingkungan. Misalnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan berbagai program yang berfokus pada isu-isu seperti hak asasi manusia, Suistainable Development Goals (SDGs), dan lain sebagainya yang bertujuan untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan dunia.
Multi-National Coorporation (MNC) juga merupakan pemeran penting dalam paradigma Liberalisme . MNC tersebar di berbagai negara dan memiliki pengaruh terhadap ekonomi politik internasional. MNC melalui praktik-praktik ekonomi politik, mampu mempengaruhi kebijakan luar negeri negara-negara tempat mereka beroprasi. Tak hanya itu, peran MNC dalam menciptakan interdependensi ekonomi antara negara-negara juga signifikan, dan ketika negara-negara saling bergantung secara ekonomi, kecenderungan menghindari konfllik akan lahir sehingga hubungan perdangangan internasional akan terus terjalin.
Aktor-aktor non-negara lainnya seperti Greenpeace, PMI, WALHI dan masih banyak lagi, juga memiliki kontribusi dalam mengadvokasi isu-isu sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia. Aktor-aktor ini yang kerap kali bersuara untuk kelompok yang terpinggirkan serta berkontribusi dalam perubahan kebijakan. Aktor non-negara mampu mempengaruhi opini masyrakat dan kebijakan pemerintah melalui kampanye dan mobilisasi masyarakat. Oleh karena itu, aktor non-negara memegang peranan penting dalam panggung Hubungan Internasional.
Referensi
Bell, D, 2014, What is liberalism?. Political theory, 42(6), 682-715.
Smith, A, 1937, The wealth of nations [1776] (Vol. 11937). na.